Jumat, 21 September 2012

Rona Cerah Bernama Antusiasme


”Kematian sesungguhnya bukanlah kematian fisik, tetapi kematian antusiasme!” (Satria Hadi Lubis)





Sudah tersimpan cukup lama poster kecil ini. Seorang sahabat dalam organisasi yang saya ikutilah yang telah memberikannya sebagai hadiah kepada saya. Sebuah mini poster yang mungkin harganya tak seberapa jika dinilai dengan Rupiah. Namun jika dibaca-baca berulangkali, kata-kata yang tertulis di atasnya mampu membangkitkan memori kepada sahabat saya tersebut, sekaligus memberikan suntikan motivasi yang lumayan besar kepada saya.

”Kematian sesungguhnya bukanlah kematian fisik, tetapi kematian antusiasme!” (Satria Hadi Lubis). Begitulah kutipan yang tercetak dalam lembar full color berukuran F4 tersebut. Barangkali jika saya membacanya dulu, kalimat dari Pak Satria Hadi Lubis tersebut tidak akan begitu saya renungi. Namun setelah sekian tahun berjalan, dan saya mendapatkan poster ini pada tumpukan kertas-kertas dari dalam kardus, saya merasa bahwa kalimat motivasi yang satu ini rasanya “nendang banget!” Kenapa? Kiranya saya akan bercerita tentang sedikit gagasan saya yang kurang lebih membawa topik yang sama seperti dalam kalimat motivasi yang satu ini. Ia adalah tentang antusiasme.

Bicara soal antusiasme, barangkali terlalu luas pembahasan yang dibutuhkan. Antusiasme yang bisa berarti semangat dan ketertarikan terhadap sesuatu ini, dapat berkaitan dengan banyak hal. Bisa dihubungkan dengan pendidikan, pekerjaan, hubungan interpersonal, persahabatan, kekeluargaan, maupun bidang yang lainnya. Saya akan sedikit melihat topik antusiasme itu dalam konteks kehidupan pribadi kita sebagai khalifah fil ardl.

Dalam sebuah hadits Nabi saw. yang pernah saya baca, pernah Nabi saw. memberitahu para sahabat bahwa semua orang yang beriman akan masuk surga, kecuali orang yang enggan. Hal ini sebagaimana tutur Nabi mensifati orang yang enggan tersebut dengan kalimat: “man abaa” , yang berarti: “sesiapa saja yang enggan”. Para sahabat pun bertanya pada Nabi saw. tentang orang yang enggan masuk surga tersebut. Sebagaimana pasti naluri keingintahuan kita akan bekerja dengan bertanya, “Siapa sih, orang yang kurang kerjaan nggak kepengen masuk surga?” Ternyata jawab Nabi saw. singkat saja, “Barangsiapa yang taat kepadaku akan masuk surga, dan barangsiapa yang tidak taat kepadaku, maka dialah orang yang enggan (masuk surga).”

Dari hadits berikut tadi, saya berpikiran bahwa ada satu hal yang menjadi karakteristik khusus kaum beriman yang akan masuk surga, yakni ketaatan kepada Nabi saw. dalam segala aspek kehidupannya. Dan landasan yang paling kuat yang mendasari ketaatan tersebut salah satunya adalah antusiasme. Pendek kata, orang yang mempunyai antusiasme untuk taat kepada Nabi saw.-lah yang akan masuk surga dengan selamat. Begitulah anggapan sederhana saya.

Kembali pada topik antusiasme. Setiap kita insya’allah memiliki cita-citanya masing-masing. Baik sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Bahkan diantara sederet keinginan tersebut, banyak hal yang bentuknya sama persis di antara kita, contohnya: ingin hidup bahagia, kaya raya, memiliki keluarga bahagia, hingga mati pun masuk surga. Seorang Ustadz pernah berbicara tentang pentingnya menumbuhkan kemauan dan mengatakan bahwa, “Jembatan antara idealitas dan realitas adalah kemauan.” Ini artinya bahwa setiap keinginan dan cita-cita manusia yang ingin dicapai, harus –tidak bisa tidak- diusahakan. Karena jika keinginan hanya bersandar di alam pikiran saja, ia mustahil akan terwujud. Agaknya ungkapan “bermimpi di siang bolong” cukup pantas bagi mereka yang hanya punya mimpi yang kosong dari usaha. Maka bagi saya, antusiasme adalah jika seorang manusia memiliki mimpi, kemudian ia sertai mimpi tersebut dengan kemauan yang kuat, lalu ia sambung lagi kemauan itu dengan usaha yang nyata.

Baik, mari berpindah ke alam nyata. Setelah mengamati realita yang ada, saya memiliki beberapa kesimpulan –yang semoga benar -tentang krisis antusiasme yang menimpa manusia pada umumnya. Antusiasme pada pribadi yang memiliki mimpi ternyata bukanlah barang yang umum ada pada rata-rata orang. Dari sini terbukti sekali tutur Nabi saw. dari hadits di atas. Siapa pula dari kita yang tidak ingin dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya? Tidak ada, bukan? Namun, berapa banyak dari kita yang tidak taat kepada Allah saw. dan Nabi-Nya di siang maupun malam harinya? Tentu banyak sekali. Maka, disinilah letak pentingnya antusiasme yang hendaknya kita miliki. Antusiasme bagaikan syarat mutlak untuk meniti jembatan keinginan yang harus kita lewati untuk sampai ke tujuan.

Maka, pantaslah kiranya jika Pak Satria Hadi Lubis mengibaratkan orang yang tidak punya antusiasme sama persis dengan orang yang mati. Karena tanpa antusiasme, kesadaran akan pentingnya mencapai tujuan hidup tidak akan terbentuk. Tanpa antusiasme, cita-cita mulia manusia –apapun itu- tidak akan tercapai. Dan tanpa antusiasme, kita hanya akan menjadi manusia-manusia hampa yang berjalan tanpa misi mulia yang diemban.

Mulai dari sekarang, mudah-mudahan kita bisa mulai memperbarui antusiasme terhadap cita-cita mulia kita, bahkan juga cita-cita untuk menapakkan kaki dan disertai sunggingan senyum terlebar ketika Allah perkenankan kita untuk masuk ke surga-Nya. Berantusiasmelah, optimislah, dan “...fa idzaa ‘azamta, fa tawakkal ‘alallah...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar