”Kematian sesungguhnya bukanlah kematian fisik, tetapi kematian antusiasme!” (Satria Hadi Lubis)
Sudah tersimpan cukup lama poster
kecil ini. Seorang sahabat dalam organisasi yang saya ikutilah yang telah
memberikannya sebagai hadiah kepada saya. Sebuah mini poster yang mungkin
harganya tak seberapa jika dinilai dengan Rupiah. Namun jika dibaca-baca
berulangkali, kata-kata yang tertulis di atasnya mampu membangkitkan memori
kepada sahabat saya tersebut, sekaligus memberikan suntikan motivasi yang
lumayan besar kepada saya.
”Kematian sesungguhnya
bukanlah kematian fisik, tetapi kematian antusiasme!” (Satria Hadi Lubis).
Begitulah kutipan yang tercetak dalam lembar full color berukuran F4
tersebut. Barangkali jika saya membacanya dulu, kalimat dari Pak Satria Hadi
Lubis tersebut tidak akan begitu saya renungi. Namun setelah sekian tahun
berjalan, dan saya mendapatkan poster ini pada tumpukan kertas-kertas dari
dalam kardus, saya merasa bahwa kalimat motivasi yang satu ini rasanya “nendang
banget!” Kenapa? Kiranya saya akan bercerita tentang sedikit gagasan saya
yang kurang lebih membawa topik yang sama seperti dalam kalimat motivasi yang
satu ini. Ia adalah tentang antusiasme.
Bicara soal antusiasme,
barangkali terlalu luas pembahasan yang dibutuhkan. Antusiasme yang bisa
berarti semangat dan ketertarikan terhadap sesuatu ini, dapat berkaitan dengan
banyak hal. Bisa dihubungkan dengan pendidikan, pekerjaan, hubungan
interpersonal, persahabatan, kekeluargaan, maupun bidang yang lainnya. Saya
akan sedikit melihat topik antusiasme itu dalam konteks kehidupan pribadi kita
sebagai khalifah fil ardl.
Dalam sebuah hadits Nabi saw.
yang pernah saya baca, pernah Nabi saw. memberitahu para sahabat bahwa semua
orang yang beriman akan masuk surga, kecuali orang yang enggan. Hal ini sebagaimana
tutur Nabi mensifati orang yang enggan tersebut dengan kalimat: “man abaa” ,
yang berarti: “sesiapa saja yang enggan”. Para sahabat pun bertanya pada Nabi
saw. tentang orang yang enggan masuk surga tersebut. Sebagaimana pasti naluri
keingintahuan kita akan bekerja dengan bertanya, “Siapa sih, orang yang kurang
kerjaan nggak kepengen masuk surga?” Ternyata jawab Nabi saw. singkat saja,
“Barangsiapa yang taat kepadaku akan masuk surga, dan barangsiapa yang tidak
taat kepadaku, maka dialah orang yang enggan (masuk surga).”
Dari hadits berikut tadi, saya
berpikiran bahwa ada satu hal yang menjadi karakteristik khusus kaum beriman
yang akan masuk surga, yakni ketaatan kepada Nabi saw. dalam segala aspek kehidupannya.
Dan landasan yang paling kuat yang mendasari ketaatan tersebut salah satunya
adalah antusiasme. Pendek kata, orang yang mempunyai antusiasme untuk taat
kepada Nabi saw.-lah yang akan masuk surga dengan selamat. Begitulah anggapan
sederhana saya.
Kembali pada topik antusiasme.
Setiap kita insya’allah memiliki cita-citanya masing-masing. Baik
sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Bahkan diantara sederet
keinginan tersebut, banyak hal yang bentuknya sama persis di antara kita,
contohnya: ingin hidup bahagia, kaya raya, memiliki keluarga bahagia, hingga
mati pun masuk surga. Seorang Ustadz pernah berbicara tentang pentingnya
menumbuhkan kemauan dan mengatakan bahwa, “Jembatan antara idealitas dan
realitas adalah kemauan.” Ini artinya bahwa setiap keinginan dan cita-cita
manusia yang ingin dicapai, harus –tidak bisa tidak- diusahakan. Karena jika
keinginan hanya bersandar di alam pikiran saja, ia mustahil akan terwujud.
Agaknya ungkapan “bermimpi di siang bolong” cukup pantas bagi mereka yang hanya
punya mimpi yang kosong dari usaha. Maka bagi saya, antusiasme adalah jika
seorang manusia memiliki mimpi, kemudian ia sertai mimpi tersebut dengan
kemauan yang kuat, lalu ia sambung lagi kemauan itu dengan usaha yang nyata.
Baik, mari berpindah ke alam
nyata. Setelah mengamati realita yang ada, saya memiliki beberapa kesimpulan –yang
semoga benar -tentang krisis antusiasme yang menimpa manusia pada umumnya.
Antusiasme pada pribadi yang memiliki mimpi ternyata bukanlah barang yang umum
ada pada rata-rata orang. Dari sini terbukti sekali tutur Nabi saw. dari hadits
di atas. Siapa pula dari kita yang tidak ingin dimasukkan Allah ke dalam
surga-Nya? Tidak ada, bukan? Namun, berapa banyak dari kita yang tidak taat
kepada Allah saw. dan Nabi-Nya di siang maupun malam harinya? Tentu banyak
sekali. Maka, disinilah letak pentingnya antusiasme yang hendaknya kita miliki.
Antusiasme bagaikan syarat mutlak untuk meniti jembatan keinginan yang harus
kita lewati untuk sampai ke tujuan.
Maka, pantaslah kiranya jika Pak
Satria Hadi Lubis mengibaratkan orang yang tidak punya antusiasme sama persis
dengan orang yang mati. Karena tanpa antusiasme, kesadaran akan pentingnya
mencapai tujuan hidup tidak akan terbentuk. Tanpa antusiasme, cita-cita mulia
manusia –apapun itu- tidak akan tercapai. Dan tanpa antusiasme, kita hanya akan
menjadi manusia-manusia hampa yang berjalan tanpa misi mulia yang diemban.
Mulai dari sekarang, mudah-mudahan
kita bisa mulai memperbarui antusiasme terhadap cita-cita mulia kita, bahkan
juga cita-cita untuk menapakkan kaki dan disertai sunggingan senyum terlebar
ketika Allah perkenankan kita untuk masuk ke surga-Nya. Berantusiasmelah,
optimislah, dan “...fa idzaa ‘azamta, fa tawakkal ‘alallah...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar